PALOPO – Kasus hukum yang menimpa Gasali Mursadin, warga Palopo yang mengaku sebagai korban penganiayaan berat, kini memasuki babak baru dan penuh kontroversi.
Alih-alih mendapatkan perlindungan hukum, Gasali justru ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Palopo, sebuah langkah yang memantik gelombang kritik dan kecaman.
Merespons kondisi ini, Tim Kuasa Hukum dari Yayasan Bantuan Hukum (YBH) Wija Luwu resmi melaporkan penyidik Polres Palopo ke Propam Polres Palopo pada Kamis, 17 Juli 2025.
Mereka menilai penyidik telah bertindak tidak profesional dan menyimpang dari prosedur hukum.
Ketua YBH Wija Luwu, Akbar dalam keterangannya menyebutkan bahwa laporan ini bukan tanpa dasar.
Menurutnya, terdapat banyak kejanggalan dalam penanganan kasus terutama terkait penetapan status tersangka terhadap klien mereka yang justru menjadi korban dalam insiden tersebut.
“Klien kami adalah korban, bukan pelaku. Ia seharusnya dilindungi hukum, bukan dikriminalisasi,” tegas Akbar kepada jarirakyat.com, Jumat pagi (18/07/2025)
Tak berhenti di situ, tim hukum juga menggugat penyidik melalui praperadilan sebagai bentuk perlawanan atas dugaan penetapan tersangka yang dinilai cacat prosedur.
Tim kuasa hukum lainnya, Muh Ardianto Pallawa, menjelaskan bahwa pada saat peristiwa penganiayaan terjadi, Gasali Mursadin hanya membela diri dari serangan.
“Kita harus objektif, ketika kejadian berlangsung, Gasali dalam posisi terancam dan hanya mencoba bertahan dari serangan. Tapi malah dia yang dijadikan tersangka dengan Pasal 351 tentang penganiayaan. Ini sungguh janggal,” ujar Ardianto.
Ia juga menekankan bahwa tindakan Gasali masuk dalam kategori pembelaan diri yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 48 KUHP yang menyatakan bahwa seseorang tidak dapat dipidana jika melakukan perbuatan karena pembelaan terpaksa untuk melindungi diri dari ancaman nyata.
Kini, semua mata tertuju pada Propam Polres Palopo. Apakah laporan ini akan menjadi awal terbongkarnya dugaan praktik penyimpangan hukum di balik kasus ini, atau justru menambah panjang daftar korban kriminalisasi hukum.
Yang jelas, publik menanti keadilan dan Gasali Mursadin berharap suaranya didengar bukan dibungkam oleh aturan yang tidak adil menurutnya.