LUWU UTARA – Delapan dekade Indonesia merdeka. Lagu-lagu perjuangan bergema, bendera merah putih berkibar megah dan perayaan demi perayaan digelar di berbagai penjuru negeri.
Namun di balik gegap gempita kemerdekaan itu, sebuah dusun di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, masih berkutat dalam kegelapan yang nyata bukan metafora.
Adalah Dusun Salupaku, Desa Tandung, Kecamatan Sabbang. Di sanalah sekitar 300 jiwa dari 90 kepala keluarga hidup tanpa akses listrik yang layak. Mereka mengandalkan sebuah turbin tua yang kini lebih sering rusak daripada menyala.
“Turbinnya sudah rusak akibat banjir, pasir banyak masuk. Kalau kemarau, air tidak mengalir. Makanya turbin tidak bisa digunakan,” keluh Reskiawan, salah satu warga yang mulai kehilangan harapan.
Kegelapan di Salupaku bukan sekadar tak adanya lampu yang menyala. Ini soal akses informasi yang tertutup, pendidikan anak-anak yang terganggu, dan ekonomi warga yang mandek.
Kala malam tiba, anak-anak belajar di bawah cahaya remang-remang atau lilin seadanya. Para orang tua tak bisa mengembangkan usaha rumahan karena tak ada daya listrik untuk menunjang produktivitas.
Kondisi ini seperti ironi kemerdekaan saat bangsa merayakan kemajuan, sebagian rakyatnya masih terperangkap dalam keterbelakangan.
Namun, dari gelapnya malam Salupaku, ada cahaya yang tetap bersinar, semangat gotong royong dan harapan yang tak padam. Warga menyatakan siap bergotong royong demi terwujudnya elektrifikasi.
“Tidak usah tiang beton, tiang besi kecil saja kami sudah bersyukur. Asalkan listrik masuk,” ujar seorang warga dengan penuh harap.
Harapan mereka sederhana, bisa menyalakan lampu, mengisi daya ponsel, menyaksikan televisi, dan merasakan secercah kemajuan yang selama ini hanya bisa mereka dengar dari desa tetangga.
Kini bola ada di tangan pemerintah. Di tengah geliat pembangunan dan klaim keberhasilan di berbagai sektor, sudah sepatutnya Dusun Salupaku mendapat perhatian yang layak.
Mereka tidak menuntut lebih, mereka hanya ingin merasakan makna kemerdekaan yang sesungguhnya: hidup terang, setara, dan bermartabat.
Semoga di ulang tahun ke-80 kemerdekaan ini, cahaya bukan lagi sekadar harapan di ujung malam, melainkan kenyataan yang menyinari setiap rumah di Salupaku.