LUWU UTARA – Pemerintah Kabupaten Luwu Utara bersama para pemangku kepentingan terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Salah satu langkah strategisnya adalah menyusun Peraturan Bupati (Perbup) tentang Pengelolaan Kawasan Bernilai Ekosistem Penting bagi Konservasi Keanekaragaman Hayati (KBEPKKH) Bentang Alam Seko–Rongkong.
Pertemuan penyusunan Perbup ini digelar pada 10–12 Februari 2025 di Hotel Harper Perintis, Makassar.
Kegiatan ini menjadi tonggak penting untuk memastikan keberlanjutan kawasan yang memiliki nilai ekologis, historis dan sosial yang tinggi.
Bentang Alam Seko–Rongkong yang membentang seluas 74.811 hektare dan mencakup 12 desa di Kecamatan Seko dan Rongkong telah ditetapkan sebagai KBEPKKH melalui SK Gubernur Sulsel Nomor 1160/X/2024.
Kawasan ini merupakan rumah bagi beragam flora dan fauna endemik Sulawesi, termasuk satwa langka seperti Anoa Pegunungan (Bubalus quarlesi), serta mencakup hutan lindung, hutan produksi, dan Area Penggunaan Lain (APL).
Plt. Sekda Luwu Utara, Baharuddin Nurdin yang mewakili Bupati Indah Putri Indriani, menegaskan pentingnya penyusunan regulasi ini sebagai langkah awal mewujudkan perlindungan lingkungan yang berkelanjutan.
“Kekayaan alam kita menghadapi ancaman nyata. Tidak ada satu solusi tunggal yang bisa menyelesaikannya. Pendekatan kolaboratif adalah kunci,” ujar Baharuddin dalam sambutannya.
Ia menambahkan, penyusunan Perbup ini bukan sekadar formalitas, melainkan bukti nyata komitmen Pemda dalam mengelola bentang alam secara lestari dan terencana.
Kepala Balai Besar KSDA Sulsel, T. Heri Wibowo, turut memberikan apresiasi kepada Pemda Luwu Utara atas inisiatifnya.
“Konservasi tak bisa berjalan sendiri. Dibutuhkan sinergi lintas wilayah dan sektor. Perbup ini akan memperjelas peran masing-masing pihak dalam menjaga kelestarian kawasan Seko–Rongkong,” tegas Heri.
Senada, Kepala Bidang DAS dan Konservasi DLH Sulsel, Andi Nazaruddin K, menilai regulasi ini sebagai instrumen penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.
“KBEPKKH Seko–Rongkong tidak hanya penting untuk pelestarian hayati, tetapi juga berdampak pada perlindungan ekosistem dan ekonomi warga. Kami berharap pertemuan ini menghasilkan rumusan Perbup yang kuat dan aplikatif,” jelasnya.
Selain mengatur teknis pengelolaan, Perbup ini juga diharapkan mampu memperkuat partisipasi aktif masyarakat lokal dalam menjaga lingkungan hidup. Kawasan Seko–Rongkong diketahui menjadi sumber penghidupan dan budaya bagi warga sekitar.
Diketahui, kawasan ini merupakan bagian dari Pegunungan Quarles yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, dengan 183 jenis flora dan fauna, termasuk 52 spesies endemik.
Fungsinya sebagai daerah tangkapan air dan perlindungan bencana sangat vital. Lebih dari itu, kawasan ini menyimpan warisan arkeologi berusia lebih dari 700 tahun yang menambah nilai penting dari sisi budaya dan sejarah.
Dengan hadirnya Perbup ini, diharapkan pengelolaan Bentang Alam Seko–Rongkong semakin terarah, efektif, dan berkelanjutan – demi masa depan lingkungan dan masyarakat yang lebih baik.